Ribang



Pagi ini aku menangis.

Kata orang rindu itu indah.

-

Aku terbangun pukul 8 pagi dengan perasaan hampa. Tidak ada rasa antusias untuk menghadapi hari ini, aku nyaman dibalut selimutku yang hangat di dalam kamarku yang remang sepanjang hari tanpa pernah menerima cahaya matahari langsung. Aku seperti tidak punya semangat hidup.

PR buat kamu, nanti waktu aku pulang, kamu harus punya semangat hidup.

Ah, sial. Otakku membawaku kembali ke saat itu, sebelum dia pergi secara fisik. Sebagai pengontrol utama, aku memerintahkan otakku mengingat hal-hal yang kulakukan kemarin. Hal-hal menyenangkan. Karaoke dengan teman-temanku selama tiga jam, bersama-sama menjadi gila di dalam ruangan berukuran kurang lebih 3x3 meter, tidak peduli dengan nada dasar yang terlalu rendah atau terlalu tinggi apalagi teknik bernyanyi yang harus diposisikan di atas bibir. Entah mengapa telinga choirku bisa tahan. Setelah itu aku menjalani shift malam dengan beberapa penjualan dan berkenalan dengan seseorang dari jasa ojek online. Teman mengobrol yang menyenangkan, begitu batinku semalam.

Hatiku cukup terisi, tidak sehampa beberapa saat yang lalu walaupun kupikir bangun dengan perasaan hampa jauh lebih baik daripada bangun dengan perasaan sedih seperti beberapa hari yang lalu hanya karena aku merindukan seseorang.

Ketika banyak hal yang ingin kutanyakan kepadamu.

Bagaimana kabarmu?
Bagaimana kabar teman-temanmu yang baru saja libur?
Apakah harimu masih sering kau isi dengan tidur siang?
Bagaimana tampak bulan di Jakarta?
Apakah kamu minum susu lima kali sehari seperti saat sebelum merantau?
Mengapa liburan ini kamu tidak pergi saja ke Dufan untuk pertama kalinya?
Apakah aku dirindukan?

Ketika banyak hal yang ingin kusampaikan kepadamu.

Kemampuan menyetirku yang meningkat jauh dari terakhir kali aku memegang kemudi. Aku ingin menjemputmu di stasiun dengan mobil saat kau kembali.
Keluargaku memungut kucing baru setelah mobil kami hampir melindasnya di perempatan jalan.
Aku sudah pergi ke mal yang selalu kita kagumi karena proyek rejuvenationnya dan mencoba fitur cashless parkingnya. Mau dengar ulasanku? Cukup praktis namun kau harus pastikan baterai ponselmu masih cukup maksimal 15 menit sebelum keluar dari area mal.
Banyak café dan restoran baru yang dibuka di sini dan aku ingin mencoba semuanya bersamamu.

Dan masih banyak pertanyaan lain, salah satunya yang sempat ingin kuteriakkan; Mengapa kau menghilang tanpa memberitahuku dan bersikap seolah-olah tidak akan kembali lagi?

Di luar kamar sudah tidak ada orang. Semua sudah pergi dan aku sudah biasa seperti ini. Aku tidur pukul satu pagi setelah membuat makan malam sendiri. Orang tuaku tidak pernah keberatan dengan anak gadisnya yang bangun siang setiap hari dan aku cukup bersyukur karenanya. Aku akan menjadi orang tua yang seperti itu walaupun aku tidak yakin aku ingin menjadi orang tua. Mengingat aku sudah cukup heboh dengan kedatangan tahun 2020 yang menandakan aku akan berumur 20 tahun bulan Agustus nanti, dan ketakutanku dianggap ‘dewasa’ oleh masyarakat ketika sesungguhnya mentalku masih berumur 10 tahun semakin menjadi-jadi.

Keyakinan dan ketaatanku pada Tuhan hari ini masih menjadi pertanyaan. Aku baru saja sholat subuh yang entah Dia masih mau menerima atau tidak. Aku sudah siap dengan kedok ‘sholat dhuha’ apabila ada yang melihatku mengenakan mukena sekarang. Dalam hati aku mendengar bisikan aku tidak perlu melakukan ini, namun entah mengapa aku tetap menjalaninya. Berharap ‘kegigihanku’, yang sama sekali tidak bisa dianggap sebagai kegigihan, dilihat olehNya, kemudian aku akan diberikan beberapa kebahagiaan atau minimal beberapa kehampaan lagi hari ini. Apapun asal bukan rasa sedih.

Sambil memakan sereal aku menerawang kegiatan apa saja yang akan kulakukan hari ini. Aku masih memiliki sekitar dua jam sebelum shift siang, lalu enam jam kemudian aku akan pulang dan tidak melakukan apapun. Kemungkinan besar aku akan mengurung diri seperti biasa, memutar playlist penuh lagu yang mewakili kata-kataku yang tak tersampaikan, lalu menangis beberapa menit dan tidur. Meninggalkan tumpukan pakaian yang entah kapan akan kusetrika dan kumasukkan ke dalam lemari.

Aku tidak keberatan. Toh, hal-hal yang kubayangkan barusan belum tentu terjadi. Bisa saja tiba-tiba terjadi kecelakaan padaku saat perjalanan pulang, aku mengalami cedera. Tidak parah namun aku harus diopname di rumah sakit. Aku akan bersyukur karena musibah itu tidak terjadi saat sudah memasuki masa perkuliahan. Aku adalah korban saat kecelakaan jadi seseorang sudah membayar seluruh biaya pengobatanku. Aku akan bersyukur lagi. Beberapa teman dan keluarga yang sudah lama tidak kutemui akan datang berkunjung, sedikit basa-basi mengenai kronologi kecelakaan, namun orang-orang itu tahu aku tidak begitu suka basa-basi dan mereka akhirnya bercerita tentang hal-hal yang lucu, membantuku menghabiskan waktu. Ponselku berbunyi menunjukkan notifikasi dari nama yang sedang kurindukan, menanyakan apakah aku baik-baik saja ketika di saat yang sama aku bertanya-tanya pada diriku kondisi apa yang sebenarnya ia tanyakan. Fisikku atau hatiku? Kemudian tanpa sadar aku akan bersyukur lagi karena dia masih mengkhawatirkanku.

Bodoh.

Aku begitu menyedihkan.

-

Aku menangis.

Kata orang rindu itu indah, namun bagiku ini menyiksa.

Komentar

Postingan Populer