It's (not) All About My Mom
Hari ini aku bangun pukul 08.00 WIB gara-gara suara televisi
yang terlalu keras tepat di depan kamarku. Dengan langkah gontai aku membawa
ponselku ke kamar ibu, dan nyungsep di
antara bantal-bantal. Setelah itu aku melakukan rutinitas pagi. Mengecek recent updates di BBM. Semakin aku scroll ke bawah, semakin banyak display picture bermunculan. Kubuka satu per satu. Hampir
semuanya adalah foto bersama ibu. Aku tercekat.
Tanggal berapa ini?
22 Desember 2014.
***
Yang pertama terlintas di benakku setelah aku mengetahui
bahwa hari ini adalah Hari Ibu adalah kejadian 9 tahun yang lalu. Ketika aku
masih di Taman Kanak-kanak. Aku menulis surat di secarik kertas sobekan. Aku
lupa apa isinya. Kalau tidak salah;
“Ibu kenapa sih suka
marah-marah sama aku?”
Surat itu kuletakkan di atas meja komputer agar Beliau bisa
melihatnya selepas pulang kerja. Dan detik itupun tiba. Aku sembunyi di luar
kamar ibu setelah ibuku masuk kamar. Beberapa menit kemudian Ibu membuka pintu
kamar dan menyuruhku masuk. Ibu menuntunku agar duduk di tepi kasur, lalu ibu
berjongkok agar dapat menyesuaikan tinggi denganku.
“Kamu yang nulis surat ini?” Ibuku menyodorkan surat yang
dimaksud. Surat kecil tadi. Aku menjawabnya dengan anggukan kecil. Ada rasa
takut di dalam diriku saat itu. Lalu ibuku tersenyum kecil.
“Menurutmu Ibu galak?” Tanya Ibu lagi.
“Lha aku sering dimarahin….” Jawabku.
“Itu karena Ibu sayang sama anaknya. Kamu bikin kesalahan,
Ibu marahin. Biar kamu sadar. Semua orang tua nggak ada yang bermaksud marah
pada anaknya. Semua itu ada alasannya. Karena Ibu sayang. Biar kamu jadi anak
yang baik. Udah. Itu aja.”
Lalu aku menangis. Dan aku lupa apa kejadian berikutnya.
Sejak saat itu, hingga kini, aku masih menjalani hari
diiringi teriakan-teriakan ibuku. Kadang menyebalkan memang. Tak jarang aku
menangis dibuatnya. Pernah saking frustasinya, aku mengobrak-abrik kamarku
sampai benar-benar tak ada lagi barang yang bisa kubuat berantakan. Setelah itu
aku masih menangis, dan termenung. Dan mengingat kejadian tadi. Perlahan aku
menghentikan tangisanku dan membereskan kamarku seperti semula.
Tidak ada Ibu yang menginginkan anaknya menjadi orang jahat,
orang yang tidak baik, orang bodoh. Pasti mereka mengharapkan yang terbaik. Namun
beda Ibu, beda cara.
Ibu dari salah satu temanku, misalnya. Selalu menuntut
temanku agar selalu meraih peringkat pertama di kelas. Ibunya tak pernah
mengijinkan dia untuk membeli komik, novel, dan berbagai jenis buku hiburan
lainnya. Ibunya hanya mau membelikan dia buku pelajaran, buku olimpiade, buku
latihan soal, dan sejenisnya. Beruntung, Beliau masih membolehkan anaknya pergi
bermain bersama teman setelah ujian selesai.
Ibuku sendiri tak pernah mengekangku dalam hal akademis. Aku
jarang disuruh belajar tiap malam. Namun Ibuku selalu mengingatkan agar aku
selalu menulis, jangan terlalu sering pergi bersama teman, dan selalu tidur
siang setelah pulang sekolah.
Ibuku rajin mengajakku pentas bersamanya di berbagai acara.
Ketika aku malas dan tidak bergairah, tentu saja aku menolak. Daripada hasilnya
mengecewakan. Sesekali aku pentas sendirian. Menyanyi diiringi gitar. Malu
rasanya ditatap banyak orang. Namun melihat Ibuku yang tampak antusias, aku
berusaha menepis rasa takut dan malu. Karena aku harus bisa lebih baik dari
Ibuku.
Ibuku sering mengajakku selfie.
Awalnya terasa aneh. Karena biasanya aku selfie
bersama teman yang seumuran. Terus kenapa kalau aku selfie bersama ibuku sendiri? Pertanyaan itu yang membuatku tak
pernah keberatan bila diajak selfie bersama
ibu. Tak ada alasan untuk menolak selfie bersama
ibuku. Ibuku bisa membuat wajah aneh di depan kamera, sama halnya sepertiku.
Kalau begini, siapa yang berhak disalahkan atas sifat narsisku? =))
Ibuku yang mengajarkanku tentang dunia maya. Saat aku
berumur enam tahun, aku telah diajari cara mengetik yang baik dan benar.
Teringat jelas ketika ibuku memamerkan kemampuannya yang dapat mengetik tanpa
melihat keyboard. Lalu Ibu membuatkanku blog. Aku tidak suka pada
templatenya. Berkali-kali ibu mengganti template blog sampai aku benar-benar
menyukai tampilannya. Setelah itu, ibu mengenalkanku pada Facebook.
Beliau menawarkanku untuk membuat akun facebook. Awalnya aku menolak dengan
alasan ‘belum cukup umur’. Tapi lama-kelamaan aku mulai penasaran. Dengan
memalsukan umur, akhirnya aku dapat membuat akun sosmed pertamaku itu. Yang
masih aktif hingga sekarang. Setelah itu aku dapat membuat akun sosmed lainnya
tanpa bantuan ibuku.
Ibuku memang berbeda dengan ibu-ibu lainnya. Ibuku seperti
anak kuliahan. Orang yang baru pertama kali bertemu denganku percaya saja bila
ibuku mengenalkanku sebagai adiknya. Bukan anaknya. Walaupun akhirnya aku tetap
dikenalkan sebagai anaknya.
Ibuku memiliki akun facebook yang sering menghias timelineku.
Ibuku rajin nge-twit di akun twitternya yang memiliki 1000 followers lebih.
Ibuku memiliki Soundcloud yang berisi rekaman lagu Swaranabya. Ibuku memiliki
akun Instagram yang berisi pose yoga, makanan, challenge, ataupun selfie. Ibuku punya BBM, WhatsApp dan
beberapa chat app lain. Ibuku tidak suka bergosip. Ibuku tidak tahan mendengar
pidato kepala sekolahku. Ibuku selalu tahu apakah aku sedang menyukai orang
lain (baca:cowok) atau tidak. Ibuku pembuat donat dan roti manis dan pizza.
Ibuku selalu berbagi pakaian denganku (baca:aku yang sering minjem baju ibuku).
Dan Ibuku akan selalu menjadi Ibuku.
Selamat Hari Ibu.
ibumu kok aneh banget sih bit...
BalasHapusIya. Nggak tau, nih.
HapusIbukmu galak mbak. Tapi anehnya aku sering kangen digalaki
BalasHapusAku kenyang digalaki =D
HapusIbu asyik, anaknya asyik juga.. :)
BalasHapusSalam kenal mbak Ibit ;)
Salam kenal juga :D makasih udah mampir...
BalasHapusNulisnya kok ya sama keren sama ibunya, oke jujur : lebih rapi & nyaman dibaca sih hehe
BalasHapusEniwei, seneng ngeliat keakraban ibit & ibu, both of you rock! \m/
sama keren apa lebih keren? B) wkwk. makasih udah mampir, om.
HapusJd mbak Ibit sama ibuknya doyan pentas juga hihi
BalasHapusaku lebih doyan tempe goreng :3 makasih udah mampir blog ini...
HapusIbumu sangat unik, Bit. Pasti menyenangkan rasanya punya ibu yang bisa dianggap sebagai kakak atau bahkan teman sebaya.... :D
BalasHapuskalo jadi teman sebaya kayaknya ibuku ketuaan :p
HapusHalo ibit...kenalkan, aku salah satu yg nge fans tulisan ibumu :)
BalasHapussalam kenal juga. senengnya dikunjungi fansnya tulisan ibuku :)
Hapuscerita yang menarik mbak. kunjungi juga blog ku nabilanewblog.blogspot.com
BalasHapusmakasih :)
makasih... iya, nanti aku buka ya blogmu ;)
Hapus